Arsip Tag: Aku

Keluar Dari Belenggu Kehangatan Dunia

Post by. Naila Kamaliya

Untuk kalian semua yang masih merasa terbelenggu dengan kehangatan dunia ..

Ini hanya sepenggal cerita dari seorang gadis usang dalam pencarian diri dan dunianya dan juga obsesinya menjadi seorang dokter.

Sejenak ,aku panggil kembali memoriku mengapa aku memilih menjadi seorang dokter ,aku berpikir ulang mengapa aku mengambil dan memilih jalan ini untuk masa depanku ,namun apakah aku ini sudah peka terhadap masyarakat di Negeri ini -setidaknya masyarakat disekitar tempat tinggalku?. Apakah aku sudah meberikan kontribusiku kepada mereka? -entah. Menjadi seorang dokter adalah obesesiku sejak kelas XII Madrasah Aliyah a.k.a SMA.

Sepintas memilih menjadi seorang dokter adalah memilih menjadi sosok yang akan memiliki kedudukan sosial yang tinggi

Sepintas memilih menjadi seorang dokter adalah memilih menjadi sosok yang akan sangat dikagumi

Sepintas memilih menjadi seorang dokter adalah memilih menjadi sosok yang akan dianggap sangat pintar dan cerdas

Sepintas memilih menjadi seorang dokter adalah memilih menjadi sosok yang akan sangat kaya raya dan sejahtera yang memiliki mobil mewah dan rumah megah

Sepintas memilih menjadi seorang dokter adalah memilih menjadi sosok yang akan menjadi panutan masyarakat

tetapi itu semua hanyalah buaian ‘sepintas’ saja, itu hanya angin sepoi-sepoi yang dibawa oleh ‘sepintas’ku.

Lagi – lagi aku terjebak dengan iming – iming selimut hangat dunia yang tidak lain dan tidak bukan adalah kenikmatan – kenikmatan yang tersedia didunia ini, dan lagi – lagi aku tak menemukan hakikat dari dunia ini. Ya, sudah berulang kali seperti ini. Lebih bodoh daripada keledai bukan? semoga kalian tidak seperti itu -semoga. Selama ini arus ombak kenikmatan bergerak cepat dan mematikan pikiranku. tak seharusnya aku mengikuti arus ombak itu. Memang penyesalan selalu datang pada akhir cerita, cerita yang berakhir “sad-ending” tentunya.

Saat itu ‘ego’ku berkuasa penuh atas diriku “Aku harus menjadi seorang dokter”. Obesesiku telah menjadi nahkoda dimana ‘aku’ yang sesungguhnya tak tau siapa ‘aku’ menjadi kapalnya. Dan tibalah saat penentuan apakah obesesiku memang menjadi obsesi yang menghasilkan buah manis dari keobsesianku atau malah sebaliknya menjadi boomerang bagi diriku ini ,dan ternyata kenyataanlah yang menjawab kerisauan obsesiku ini. Bukan kenyataan manis dan bukan kenyataan yang diharap – harapkan. Ya, Aku gagal. Dunia seakan berhenti berputar sejenak dan menertawakanku. Obsesipun hilang entah kemana perginya. Dia berhenti menjadi nahkodaku. Sedih, menyesal, tertekan, frustasi, seakan tak ada masa depan lagi.

Seperti biasa ,hari – haripun pasti berlalu. Rasa menyesal masih tetap ada ,dia menjadi nahkodaku sekarang, mengenaskan bukan? dan lagi-lagi semoga kalian tidak seperti ini -semoga. Aku telah menjadi mahasiswa dengan jurusan bukan kedokteran tentunya. Semangatku hilang entah kemana ,mungkin sudah tertelan ombak penyesalan -mungkin.

Dini hari itu aku terbangun dari tidur kelamku. tak sekedar bangun ternyata, aku memikirkan penyesalan ini, aku memikirkan aku dan keharusanku menjadi dokter. Aku berpikir tentang ‘Sepintas’ku.

Jika aku memilih menjadi seorang dokter hanya untuk memiliki kedudukan sosial yang tinggi, mungkin lebih baik aku meminjam ‘pintu kemana saja’nya doraemon untuk kembali ke ribuan tahun yang lalu dan menggantikan raja firaun di Mesir. Daripada disini menjadi seseorang yang merasa lebih tinggi derajatnya dan akan menjadi semena – mena terhadap kaum yang lebih rendah derajatnya.

Jika aku memilih menjadi seorang dokter hanya untuk menjadi seorang yang dikagumi, mungkin lebih baik aku merantau ke Ibu Kota saja untuk menjadi artis. daripada menggunakan topeng jas putih necis yang tak tau makna dokter sebenarnya.

Jika aku memilih menjadi seorang dokter hanya untuk dianggap pintar dan cerdas mungkin lebih baik aku memilih fakultas pendidikan saja untuk menjadi seorang guru, daripada menjadi seorang dokter yang seolah – olah cerdas dan pintar tetapi tidak kompeten menangani pasien – pasiennya.

Jika aku memilih menjadi seorang dokter hanya untuk menjadi sosok yang akan sangat kaya raya dan sejahtera yang memiliki mobil mewah dan rumah megah, mungkin lebih baik aku putus sekolah saja, dan uangnya bisa dibuat modal untuk memulai usaha. Daripada menjadi seorang dokter yang mengorbakan uang pasien dan orang tuanya untuk mengejar kekayaan.

Jika aku memilih menjadi seorang dokter hanya untuk menjadi sosok panutan masyarakat. Mungkin lebih baik aku masuk pesantren saja untuk mendalami ilmu agama. Daripada menjadi seorang dokter yang tak tau nilai dan norma bermasyarakat.

Titik inilah yang membuat fantasiku menjelajahi pikiranku. Ternyata obsesiku dulu terbungkus dengan selimut hangat dunia, ternyata obsesiku dulu hanya tertipu oleh ‘Sepintas’ku saja. Aku tersadar penyesalan bukanlah jalan untuk keluar dari belenggu kehangatan dunia. Kegagalan ini bukanlan kegagalan, ini adalah satu langkah untuk menjadikan aku lebih baik, dan akan menghasilkan berjuta langkah lagi  untuk menjadikan aku terus lebih baik dan lebih baik lagi. Karena kesempurnaan itu milik orang yang pernah merasakan gagal maupun berhasil. Dan cerita ini bukan lagi berakhir penyesalan atau bukan cerita yang “sad ending” karena hidup itu siklus yang harus dilewati, karena hidup itu seperti tesis antitesis yang terus berlangsung. Dan karena kita bukan Tuhan , karena hanya Dia yang bisa melihat kedepan dengan jelas, kita hanyalah gerbong – gerbong bobrok yang dibawa otau dikerek oleh lokomotif dan jelas tak mungkin tahu apa yang ada didepan lokomotif itu.

Stay Go On ! Stay Move On !

Akhir kata …

jangan biarkan kemarin mengambil peran terlalu banyak untuk hari ini
jangan biarkan kemarin mengambil peran terlalu banyak untuk hari ini

Aku dan ke”aku”anku

Post by. Naila Kamaliya

Taken by.elmboad
Taken by.elmboad

kata “aku” adalah kata yang menegaskan keeksistensian diriku ,tetapi kata “aku” tidak cukup untuk mencari siapa sebenarnya “aku”. Aku ini masih mencari hakikat siapa “aku”. Aku ini masih terjerumus selimut hangat kenyamanan dunia yang fatamorgana ini.

“Aku” tidak akan menemukan hakikat apa-apa jika dia sendirian ,”aku” tidak akan berarti apa – apa jika dia tidak dikelilingi orang lain, dan aku tidak akan mendapat keeksistensiannya jika tidak berinteraksi dengan individu ,maupun kelompok yang lainnya. Bayangkan jika “aku” sendirian dihutan yang hanya berteman sepi ,maka “aku” bukanlah “aku” yang sadar akan keeksistensianku ,karena dihutan tidak ada orang lain yang menjadikan “aku” itu ada. Mereka (orang lain) adalah sosok yang menjadikan “aku” ada. “Aku” harus meyakini mereka bahwa mereka itu ada ,”aku” harus bisa memahami dan mengerti mereka ,karena tanpa mereka “aku” bukanlah apa – apa ,dan tanpa mereka “aku” tidak memiliki eksistensi dalam kehidupan nyata.