Organisasi Intra Kampus Sudah Tidak ‘Seksi’

Menjelang kepengurusan baru dan sepeninggal kepengurusan lama organisasi intra kampus Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang tengah dihadapkan dengan hiruk pikuk Pemilu Raya 2015 yang akan diselenggarakan pada 18 Maret 2015. Pemilu Raya ini merupakan agenda tahunan dari UIN Maliki Malang dengan KPU sebagai penyelenggaranya. Ibarat Pemilu di Indonesia, seluruh ‘rakyat’ UIN Malang atau dalam hal ini adalah mahasiswa diharapkan berpartisipasi pada Pemilu Raya, selain ikut mencoblos calon ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) dan calon Senat Mahasiswa (SEMA) seluruh mahasiswa juga harus ikut mengawasi Pemilu Raya ini namun, kita juga tak boleh lupa ada KPU (Komisi Pemilihan Umum) baik itu ditataran Universitas maupun fakultas yang harus memandu jalannya Pemilu Raya ini.
KPU juga merupakan tonggak kesuksesan terselenggaranya agenda yang digandang-gandang sebagai agenda paling urgent ini, pasalnya dari data KPU Universitas tahun lalu golput masih menduduki angka tertinggi yakni 70% mahasiswa UIN Malang TIDAK menggunakan suaranya untuk memilih Presiden Mahasiswa dan Senat Mahasiswa. Ada yang janggal disini, mengapa hanya 30% mahasiswa UIN Malang yang menggunakan hak pilihnya? Namun banyak faktor yang menyebabkan hal itu terjadi, bisa jadi karena faktor akademik seperti tugas sehingga tak sempat mencoblos, atau faktor presepsi kebanyakan mahasiswa yang menganggap organisasi intra tak ‘seksi’ dalam artian menjadi bagian dari organisasi intra bukanlah sesuatu yang menjadi prioritas, peluang, prestasi, ataupun kebanggaan dari diri mereka.
Tak sampai disitu saja, agakanya KPU hari ini tak berkaca dari tahun lalu. Hari ini 25 Februari 2015 merupakan acara Pelantikan KPU Universitas dan KPU masing-masing Fakultas serta SOSIALISASI Pemilu Raya UIN Malang yang seharusnya diikuti, dihadiri, dan disambut baik oleh seluruh elemen kampus, tak hanya mahasiswa tetapi juga dosen dan pihak birokrasi sebagai bentuk antusiasme terhapad pergerakan organisasi intra kampus UIN Malang namun, jika hari ini anda menghadiri aula gedung C pemandangan seperti itu tidak terjadi.
Acara pelantikan dan sosialisasi Pemilu Raya ini hanya dihadiri oleh KPU dan Anggota KPU saja. Tak ada pemandangan gerumunan mahasiswa yang berbondong-bondong ingin menyaksikan pelantikam dan sosialisasi Pemilu Raya ini. Lantas bagaimana hal ini bisa terjadi? Jujur saja saya baru mengetahui agenda acara ini tidak lebih dari 3 jam sebelum acara, hal ini juga merupakan kebetulan semata karena rekan saya menjadi sekretaris KPU Fakultas Psikologi. Tak hanya diam saya bertanya kepada rekan saya ini “kok gak ada pengumuman?” Diapun menjawab “kata KPU Universitas sih sudah dipasang banner”, saya hanya terdiam rupanya KPU tahun ini benar-benar tak melakukan analisa sosial padahal sudah terdapat fakta 70% mahasiswa UIN golput pada pada tahun 2014 lalu tetapi KPU tahun ini hanya menggunakan media banner untuk menarik partisipasi mahasiswa. Tak ada poster, tak ada broadcast bbm, tak ada pengumuman door to door, atau setidaknya memberi tahu lewat grup facebook yang toh sampai hari ini masih aktif dan eksis digunakan mahasiswa. Tak heran jika angka golput dari tahun ke tahunnya tidak bisa direpress jumlahnya, tak heran organisasi mahasiswa intra kampus menjadi tidak seksi jika pintu masuk atau awal dari agenda Pemilu Raya ini saja tidak diketahui mahasiswa secara meluas. Harusnya sebelum KPU menetapkan tanggal agenda Pemilu Raya mulai dari sosialisasi pemira sampai dengan pencoblosan, KPU terlebih dahulu melakukan analisa dan asasment yang pada akhirnya mampu menjadi prevensi terhadap golput.

Tinggalkan komentar