Puteri Indonesia atau Barbie Indonesia?

Baru-baru ini acara yang katanya paling bergengsi kembali diadakan. Acara ini tidak lain adalah ajang pemilihan Puteri Indonesia dimana pesertanya harus memiliki tinggi diatas 160 cm dan berpenampilan menarik. Agaknya ada beberapa kejanggalan disana, secara tidak langsung ajang pemilihan Puteri Indonesia ini harus diikuti oleh wanita cantik dan tinggi atau dengan kata lain punya tubuh yang ‘proposional’. Tak hanya itu media selalu saja menyebutkan bahwa ajang pemilihan puteri Indonesia ini golnya adalah harus menjadi duta pariwisata didaerahnya masing-masing. Ada kejanggalan lagi disini, sepertinya duta pariwisata hari ini tidak perlu pintar ataupun setidaknya mengerti potensi pariwisata Indonesia, cukup cantik, tinggi, dan berpenampilan menarik atau jika anda merasa lebih pintar daripada mereka namun anda tidak tinggi dan tak berpenampilan menarik urungkan kembali niat anda untuk menjadi duta pariwisata ataupun Puteri Indonesia.
Sebelum menulis opini ini saya terlebih dahulu menelusuri google untuk mencari data apakah ada peningkatan yang signifikan disektor pariwisata Indonesia setelah terpilihnya Putri Indonesia, saya pun tercengang ternyata hasilnya tidak seperti apa yang saya harapkan. Pencarian dari berbagai keyword telah saya lakukan namun, saya hanya berputar pada acara ‘jalan-jalan’ dan pencapaian mereka pada ajang Puteri Indonesia hingga mengikuti Miss Universe bukan pada apa yang mereka lakukan pada sektor pariwisata Indonesia setelah mereka terpilih menjadi Puteri Indonesia atau setidaknya perubahan yang mereka lakukan untuk negeri ini. Tak berhenti disitu saja, saya meluncur mencari situs pemerintahan barangkali saya menemukan angka pariwisata Indonesia naik tajam setelah terpilihnya Puteri Indonesia namun, lagi lagi google mengecewakan saya, tidak ada data untuk itu. Barangkali pembaca pernah menemukan artikel semacam itu bisa memberi tahu saya.
Seringkali media yang turut serta menayangkan ajang kecantikan ini menuturkan bahwa aspek penilaian tidak melulu menekankan pada kecantikan namun, ada dua aspek yang dijadikan acuan penilaian juga yakni Brain and Behavior atau Kecerdasan dan Tingkah laku. Adanya aspek kecantikan di dalam ini memang patut diberikan perhatian karena apabila perempuan cantik yang memperoleh apresiasi,
pengakuan, dan dukungan yang besar diidentikkan dengan wanita yang putih, langsing, dan tinggi, maka hal tersebut akan mempengaruhi persepsi kaum wanita dan laki-laki di dalam memandang apa itu makna cantik.
Dampak berikutnya adalah diskriminasi. Dampak lainnya adalah para wanita akan termotivasi untuk menjadi cantik berdasar kriteria putih, langsing, dan tinggi. Akhirnya mereka akan dieksploitasi tenaga, waktu, dan hartanya. Lebih tepatnya wanita akan terjebak dalam gaya hidup konsumtif.
Mari kita telisik lebih dalam, ada ‘permainan’ apa dibalik ajang pemilihan Putri Indonesia ini. Ketika saya membaca salah satu artikel yang diterbitkan oleh salahsatu media cetak ada kalimat yang saya ‘garis bawahi’ “Puteri Indonesia harus bisa menjadi role model bagi perempuan-perempuan Indonesia lainnya” pernyataan ini diungkapkan oleh salah satu CEO produk kecantikan di Indonesia.
Saya kembali bertanya-tanya, kenapa media tersebut mengutip pernyataan CEO produk kecantikan? bukan Menteri pemberdayaan perempuan, Menteri Pariwisata, atau Menteri Sosial dan mungkin tokoh-tokoh yang sosoknya membangun Bangsa Indonesia. Mungkin saya sedikit mengetahui korelasinya, ajang kecantikan ini tak akan terselenggara jika tidak ada sponsor. Katakanlan produk kecantikan merupakan sponsor dari ajang kecantikan ini. Agaknya memang acara ini bukan program tahunan dari kabinet kerja pemerintahan Indonesia maka dari itu acara ini membutuhkan sponsorship yang mampu mencukupi kebutuhan acara. Akan tetapi ada pertanyaan lain yang timbul dibenak saya, apa sesungguhnya tujuan dari acara ini? Jika untuk memplokamirkan pariwisata Indonesia tentu acara ini tak berhasil karena tak ada data yang saya maksud diatas, jika untuk mencari role model yang baik bagi wanita Indonesia lantas mengapa syaratnya harus tinggi dan berpenampilan menarik? Toh role model tak haris cantik bukan? Lalu putri Indonesia juga tak segan memakai bikini di ajang Miss Universe, apakah ini role model yang ‘baik’ ?
Lantas apa tujuan acara ini?
Secara tidak langsung wanita Indonesia telah dihegemoni oleh kaum pemilik modal, dimana permainan ini dimulai dari mengkonstruk pemikiran masyarakat bahwa wanita yang diakui, diapresiasi, dan didukung adalah wanita yang cantik dimana menjadi cantik membutuhkan polesan-polesan tertentu tentunya dengan membuat tubuhnya menjadi putih, wajahnya menjadi bersih, tampilannya menarik, dan tubuhnya tinggi langsing. Oleh karena itu terciptalah produk-produk seperti alat make up, lotion pemutih, dan …. Saya kira anda bisa mengisi titik-titik yang saya kosongi. Dan produk-produk itu telah setia menjadi sponsor dari ajang kecantikan ini, tak hanya produk-produk diatas acara ini juga memberi untung pada produk yang lain. Sekarang, apakah anda sudah mengerti tujuan dari ajang kecantikan ini? Hal ini tak hanya terjadi di Indonesia bahkan diseluruh dunia, betapa hebatnya permainan pemilik modal. Welcome Capitalism!

2 tanggapan untuk “Puteri Indonesia atau Barbie Indonesia?

Tinggalkan komentar